BM Kuadrat

Oleh: Ahmad Syafi’ih

Kasurku yang tipis semakin pipih seperti badanku yang semakin ramping karena sering kurang makan. Sudah seminggu lebih tapi beasiswa yang aku nanti-nantikan tidak kunjung turun juga. Kalau tidak waktu pagi hari, maka selesai kuliah aku sempatkan ke ATM untuk mengecek, tapi belum turun juga. 5.250, itulah nilai rupiah yang selalu aku lihat tiap mengecek tabunganku. Sungguh mengenaskan. Meski pulang dengan wajah suram, tapi aku selalu ucapkan Alhamdulillah karena aku masih bisa membeli sesuap nasi dengan lauk-pauk tahu-tempe seadanya. 

            Sesampainya di kosan, aku ambil tabunganku di lemari. Alhamdulillah, masih ada Rp200.000 cukup buat aku gunakan dua minggu kedepan. Disisi lain aku hanya menggeleng-geleng kepala.

“Kalau  uang ini aku pakai, gimana nanti aku bisa meringankan Bapak buat bayar kosan? Tapi kalau tidak aku pakai, mau makan apa aku besok? Masak mau minta sama Bapak lagi? Kapan aku bisa mandiri kalau kayak gini terus.”Gumamku dalam hati.

Dengan terpaksa aku pakai uang tabunganku. Menabung inginnya bisa membayar uang kost sendiri tanpa minta ke Bapak, tapi malah dibuat makan juga. Keadaan seperti ini menuntutku super irit dalam mengatur keuangan. Tiap hari aku catat apa saja pengeluaranku. Dengan bermodalkan berani dan man jadda wajadah(siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses) serta man shabara zhafira(siapa yang sabar akan beruntung) aku tegarkan hati ini. Aku bulatkan tekat untuk berjuang melawan penderitaan ini demi sebuah impian. Sejenak ku termenung di kamar. Tiba-tiba terngiang-ngiang di kepalaku sebuah syair dari Imam Syafi’i:

Orang berilmu dan beradab tidak akan diam di kampung halamannya.

Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang.

Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan.

Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang.

Hatiku terasa semakin tegar dan semangatku semakin berbinar teringat syair tadi. Kaki terasa ingin lari sejauh kaki melangkah, dan mulut terasa ingin teriak sekuat mulut menganga. Ku langkahkan kaki keluar mencari sebuah inspirasi menyelesaikan masalahku ini. Siapa tahu dapat petunjuk.

Aha, Ebo’ dan donat bateng (babakan tengah). Pikiranku tiba-tiba mengarah kesana. Ebo’ julukannya yang akrab dengan anak-anak Madura pada khususnya. Beliau adalah seorang penjual nasi uduk dan nasi goreng kalau pagi hari. Makanannya enak dan murah sehingga jualannya cepat laris. Jam 8 pagi jualannya sudah habis. Ya jelaslah, harganya saja satu porsi nasi uduk hanya Rp1.500 dan satu porsi nasi goreng hanya Rp2.500. Mungkin Ebo’ bisa bantu aku menyelesaikan masalahku ini. Jika ada kemauan pasti ada jalan.

      “Allahu akbar… Allahu akbar…”

      Ternyata hari begitu cepat. Tidak terasa petang pun tiba menjemput siang. Ku bergegas melangkahkan kaki ini menuju panggilan-Nya Yang Maha Agung itu untuk menyejukkan hati ini. “InsyaAllah, Allah akan memudahkan jalanku nanti”, harapku dalam hati.

            Sekarang sudah jam 7 malam, tapi satu langkah pun belum aku lakukan. Aku hanya merenung dan termenung. Diriku selalu dihantui rasa malu dan takut gagal. “Gimana ni ya… aku takut. Terus nanti aku mau bilang gimana sama Ebo’? mau tidak ya Ebo’ bantu aku?”, gumamku dalam hati yang selalu diselubungi rasa takut. Bismillah. Aku buang jauh-jauh pikiranku itu. Aku langkahkan kaki ini menuju rumah Ebo’. Sambil komat-kamit aku di jalan menghafal apa yang nanti aku akan katakan samaEbo’.

“Assalamu’alaikum…”,sapaku sambil mengetuk pintu yang sudah terbuka.

“Wa’alaikumsalam, siapa?”,jawab seorang laki-laki menuju ke arahku. Ternyata dia adalah anaknya Ebo’ yang sudah duduk di bangku SMA.

“Ada Ebo’? saya Syafi’ih dari Madura ”,jawabku.

“Oh,,,bentar mas, saya panggilin dulu”,jawabnya.

            Sambil aku menunggu Ebo’ datang, hatiku sudah berdebar-debar tidak karuan. Mulutku rasanya sulit sekali untuk bicara. Tidak tahu jawaban apa yang akan aku dapatkan nanti dari Ebo’.

“Ada apa ya nak?”,Ebo’ mengagetkanku dari belakang. Panjang lebar aku ceritakan keadaanku sama Ebo’ seperti seorang jual jamu yang komat-kamit mulutnya agar jamunya bisa laris terjual. Sampai akhirnya sudah tidak ada lagi kata-kata yang keluar dari mulutku. Ebo’ hanya mengangguk-anggukkan kepala yang membuatku bingung. “Ini tandanya setuju apa gimana ya?”,ucapku dalam hati.

“Ya sudah, Ebo’ akan bantu. Lagi pula Ebo’ juga senang kalau jualan Ebo’ ada yang jualin”,ujarnya sambil menepuk-nepuk bahuku.

“Alhamdulillah… terima kasih Bo’, terima kasih. Aku sangat berutang budi sama Ebo’.”,ucapku sambil menjabat tangannya. Kini rasanya lega dada ini. Aku sekarang pulang dengan wajah berbinar-binar karena harapanku dikabulkan. Tak heran disana-sini sejauh mata memandang, orang-orang melihatku karena aku jalan sambil senyum-senyum sendirian tanpa ada yang menemani. Seperti orang gila saja. “Tapi aku belum puas kalau hanya jualan nasi uduk. Pastinya nanti yang beli hanya sedikit. Terus pendapatanku pasti juga sedikit. Aku harus jualan donat juga biyar pendapatanku bertambah”, begitulah aku komat-kamit dalam hati agar diri ini tetap semangat.

“Besok hari kamis, wah pas banget nih buat jualan. Besok kuliah sampai sore”,ucapku dalam hati sambil senyum-senyum. Pulang kuliah nanti aku harus beli pulsa untuk mulai promosi sama teman-teman sekelas. Malam ini aku akan bikin teman-teman tersenyum dan berminat untuk membeli nasi udukku.

“Halo kawan ceria…ada program Nasi Uduk Murah Ceria nih yang bikin ketagihan khusus dari Syafi’ih. Hehehe

Nasi uduk        : Rp2.000

Tongkol           : Rp1.000

Telor                : Rp1.500

Urap                : Rp500

Kacang            : Rp500

Mendoan         : Rp500

Omlet              : Rp500 

Krupuk GRATISss… murah kan? Ayok kawan pesan sekarang juga. Nanti nyesel lho tidak beli. Dijamin uenak deh”

Begitulah aku gencar-gencar promosi sama teman-teman. Aku saja senyum-senyum sendiri saat mengirim sms seperti itu. Tapi tidak sia-sia aku mengirim sms itu. Selang beberapa menit sudah ada tiga orang yang mesan. Alhamdulillah. Sampai jam 8 malam ada empat orang yang mesan nasi uduk. Meski hanya beberapa tapi itu rezeki bagiku. “…Manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang”, begitulah syair Imam Syafi’i yang tiba-tiba membangkitkan semangatku. Aku catat semua yang dipesan teman-temanku tadi dan aku antarkan ke rumahnya Ebo’ agar bisa dibungkusin duluan besok nasi uduknya.

Hari ini aku bangun awal agar bisa menyambut hari pertamaku ini berjualan nasi uduk dan donat. Aku bergegas mandi agar tidak didahului teman-teman kosanku. Jam 6 aku sudah siap berangkat menjemput rezekiku yakni menuju rumahnya Ebo’untuk mengambil nasi uduk dan ke Bateng untuk beli donat. Karena masih pertama kalinya, aku hanya berani jualan 10 donat cokelat. Kini tanganku sudah tidak ringan lagi. Tangan kiri memegang kardus berisi donat dan tangan kanan memegang nasi uduk. Rasanya kakiku semakin bersemangat melangkah menuju kampus seakan jualanku akan cepat habis dibeli. Kini aku tiba di kelas 30 menit sebelum jam kuliah dimulai. Ruangan begitu sepi. Tapi tiba-tiba ada suara dari belakangku. “Cie…promosi nih tadi malam. Gimana, banyak yang mesan nasi uduknya?”,seorang cewek mengagetkanku dari belakang, Kiki namanya. Aku membalasnya hanya dengan senyuman dan menyapanya juga. Selang beberapa menit, teman-teman yang lainnya juga berdatangan memenuhi bangku kuliah yang tersusun membentuk setengah lingkaran itu. Sambil menunggu dosen datang, aku dagangkan donatku ke teman-teman. Dan, Alhamdulillah, dalam waktu kurang lebih 30 menit daganganku habis terjual. Selesai kuliah aku hitung uangku hasil daganganku. Alhamdulillah, sekarang aku untung Rp7000, lumayan untuk beli makan tanpa mengambil uangku di dompet. Besok aku harus lebih semangat lagi berjualan demi mengatasi masalah keuanganku kedepannya.  Kalau tiap hari untungku seperti ini pasti sebulan sudah tidak lagi makan dengan mengambil uang beasiswaku. Wah, seperti dapat beasiswa double nih. Tidak salah aku dulu waktu TPB dapat matakuliah kewirausahaan. Ternyata manfaatnya dapat aku rasakan sekarang.

“Fi’i..bidikmisi sudah keluar kemaren sore. Coba cek deh”,Irvan temanku mengagetkanku dari belakang sambil menepuk bahuku keras.

“Aduh…sakit boy, santai dong. Yang benar bidikmisi sudah keluar? Tidak percaya aku kan kamu suka bercanda terus”, ujarku sambil membalikkan badanku.

“Eh…ini beneran, kali ini aku serius”, balasnya dengan wajah menyakinkanku.

“Alhamdulillah. Pasti teman-teman yang lainnya senang sekali mendengar kabar ini”,jawabku.

Sekarang aku semakin berbinar-binar karena selain beasiswaku sudah turun, aku juga dapat tambahan dari hasil jualanku. Nanti aku kabarin Bapak sama Ibu juga di rumah, pasti mereka senang mendengarnya. Akhir-akhir ini aku selalu sedih karena Bapak sudah tidak punya biaya lagi untuk mengirimiku uang makan. Apalagi di rumah sedang ditimpa musibah dengan meninggalnya nenekku beberapa hari yang lalu. Aku harus lebih semangat dan hemat sekarang menantang kerasnya maut sebagai seorang perantau yang jauh dari kampung halamannya. Beasiswa sudah turun, berarti aku sudah punya modal lebih sekarang untuk membeli donat lebih banyak lagi. Pasti nanti semakin seru.

Hari-hariku semakin membaik bahkan sehari aku makan dengan hasil jualanku dan aku juga semakin akrab dengan teman-teman sekelasku. Kadang aku sering dipanggil Pak Uduk sama mereka. Lucu ya. Yang penting semuanya ceria dan jualanku laris manis. Terima kasih Tuhan.

“Yang namanya dunia itu ada masa senang dan masa kurang senang. Disaat kurang senanglah kalian perlu aktif. Aktif untuk bersabar. Bersabar tidak pasif, tapi aktif bertahan, aktif menahan cobaan, aktif mencari solusi. Aktif menjadi yang terbaik. Aktif untuk tidak menyerah pada keadaan. Kalian punya pilihan untuk tidak menjadi pesakitan. Sabar adalah punggung bukit terakhir sebelum sampai di tujuan. Setelah berada di titik terbawah, ruang kosong hanyalah ke atas. Bersabar untuk menjadi lebih baik. Tuhan sudah berjanji bahwa sesungguhnya Dia berjalan dengan orang yang sabar.”

Man jadda wajadah : siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses.

Man shabara zhafira : siapa yang bersabar akan beruntung.Man sara ala darbi washala : siapa yang berjalan di jalan-Nya aka sampai tujuan.

About the author

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *